Pengertian budaya organisasi dan perusahaan, hubungan etika dan budaya
Kelompok 5
Nama Kelompok :
1. Desy Suryani 11212911
2. Erik Maulana 12212531
3.Hanny Tiara Meyta S 13212302
4.Subhan Winandi 17212159
Kelas : 4EA23
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap organisasi mempunyai ’kepribadian’
sendiri yang membedakannya dari organisasi-organisasi lain. Tentunya
kepribadian yang khas itu tidak serta merta terbentuk begitu suatu
organisasi didirikan. Diperlukan waktu sebagai proses organisasi itu
bertumbuh, berkembang, dan mapan. Pada setiap perkembangan itu dapat
dikatakan, bahwa organisasi akan menemukan jati dirinya yang khas dengan
demikian, ia akan mempunyai kepribadian sendiri. Ini menjadi salah satu
pembeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Budaya sebuah
organisasi ada yang sesuai dengan anggota atau karyawan baru, ada juga
yang tidak sesuai sehingga seorang anggota baru atau karyawan yang tidak
sesuai dengan budaya organisasi tersebut harus dapat menyesuaikan kalau
dia ingin bertahan di organisasi tersebut.
Salah satu faktor yang membedakan suatu
organisasi dari organisasi yang lainnya adalah budayanya. Hal-hal
tersebut penting, dan karena itu perlu dipahami serta dikenali. Akan
tetapi hal-hal yang bersifat universal itu harus diterapkan oleh
manajemen dengan pendekatan yang memperhitungkan secara matang
faktor-faktor situasi, kondisi, waktu, dan ruang. Dengan kata lain,
diterapkan sesuai dengan budaya yang berlaku dan dianut dalam organisasi
yang bersangkutan.
Budaya organisasi ini dapat membuat suatu
organisasi menjadi terkenal dan bertahan lama. Yang jadi masalah tidak
semua budaya organisasi dapat menjadi pendukung organisasi itu. Ada
budaya organisasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Maksudnya
tidak dapat menyocokkan diri dengan lingkungannya, dan lebih ditakutkan
lagi organisasi itu tidak mau menyesuaikan budaya nya dengan
perkembangan zaman karena dia merasa paling benar.
Salah satu faktor yang membedakan suatu
organisasi dari organisasi yang lainnya adalah budayanya. Hal-hal
tersebut penting, dan karena itu perlu dipahami serta dikenali. Akan
tetapi hal-hal yang bersifat universal itu harus diterapkan oleh
manajemen dengan pendekatan yang memperhitungkan secara matang
faktor-faktor situasi, kondisi, waktu, dan ruang. Dengan kata lain,
diterapkan sesuai dengan budaya yang berlaku dan dianut dalam organisasi
yang bersangkutan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik budaya organisasi
Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.
Robbins (2007), memberikan 7 karakteristik budaya sebagai berikut :
- Inovasi dan keberanian mengambil resiko yaitu sejauh mana karyawan diharapkan didorong untuk bersikap inovtif dan berani mengambil resiko.
- Perhatian terhadap detail yaitu sejauh mana karyawan diharapkan menjalankan presisi, analisis, dan perhatian pada hal-hal detil.
- Berorientasi pada hasil yaitu sejauh mana manajemen berfokus lebih pada hasil ketimbang teknik atau proses yang digunakan untuk mencapai hasil tersebut.
- Berorientasi kepada manusia yaitu sejauh mana keputusan-keputusan manajemen mempertimbangkan efek dari hasil tersebut atas orang yang ada di dalam organisasi.
- Berorientasi pada tim yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan kerja diorganisasi pada tim ketimbang individu-individu.
- Agresivitas yaitu sejauh mana orang bersikap agresif dan kompetitif ketimbang santai.
- Stabilitas yaitu sejauh mana kegiatan-kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dalam perbandingannya dengan pertumbuhan.
Sedangkan Schneider dalam (Pearse dan Bear, 1998) mengklasifikasikan budaya organisasi ke dalam empat tipe dasar:
- Control culture. Budaya impersonal nyata yang memberikan perhatian pada kekonkretan, pembuatan keputusan yang melekat secara analitis, orientasi masalah dan preskriptif.
- Collaborative culture. Berdasarkan pada kenyataan individu terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan secara people-driven, organic dan informal. Interaksi dan keterlibatan menjadi elemen pokok.
- Competence culture. Budaya personal yang dilandaskan pada kompetensi diri, yang memberikan perhatian pada potensi, alternatif, pilihan-pilihan kreatif dan konsep-konsep teoretis. Orang-orang yang termasuk dalam tipe budaya ini memiliki standar untuk meraih sukses yang lebih tinggi.
- Cultivation culture. Budaya yang berlandaskan pada kemungkinan seorang individu mampu memperoleh inspirasi
Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi :
- BATAS
Budaya berperan sebagai penentu
batas-batas artinya, budaya menciptakan perbedaan atau yang membuat
unik suatu organisasi dan membedakannya dengan organisasi lainnya.
- IDENTITAS
Budaya memuat rasa identitas suatu organisasi.
- KOMITMEN
Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu.
- STABILITAS
Budaya meningkatkan stabilitas sistem
sosial karena budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan
organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya
dikatakan dan dilakukan karyawan.
C. Pedoman tingkah laku
Antara manusia dan kebudayaan terjalin
hubungan yang sangat erat, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dick
Hartoko bahwa manusia menjadi manusia merupakan kebudayaan. Hampir semua
tindakan manusia itu merupakan kebudayaan. Hanya tindakan yang sifatnya
naluriah saja yang bukan merupakan kebudayaan, tetapi tindakan demikian
prosentasenya sangat kecil. Tindakan yang berupa kebudayaan tersebut
dibiasakan dengan cara belajar. Terdapat beberapa proses belajar
kebudayaan yaitu proses internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi.
- Apresiasi Budaya
Istilah apresiasi berasal dari bahasa
inggris “apresiation” yang berarti penghargaan, penilaian, pengertian.
Bentuk itu berasal dari kata kerja ” ti appreciate” yang berarti
menghargai, menilai, mengerti dalam bahasa indonesia menjadi
mengapresiasi. Apresiasi budaya adalah kesanggupan untuk menerima dan
memberikan penghargaan, penilaian, pengertian terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia.
- Hubungan Etika Dan Budaya
Etika pada dasarnya adalah standar atau
moral yang menyangkut benar-salah, baik-buruk. Dalam kerangka konsep
etika bisnis terdapat pengertian tentang etika perusahaan, etika kerja,
dan etika perorangan, yang menyangkut hubungan-hubungan sosial antara
perusahaan, karyawan dan lingkungannya. Etika perusahaan menyangkut
hubungan perusahaan dan karyawan sebagai satu kesatuan dengan
lingkungannya (misalnya dengan perusahaan lain atau masyarakat
setempat), etika kerja terkait antara perusahaan dengan karyawannya, dan
etika perorangan mengatur hubungan antar karyawan.
- Pengaruh Etika Terhadap Budaya
Etika seseorang dan etika bisnis adalah
satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi
perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku
organisasi yang akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan. Jika etika
menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budayau
perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan
akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja
karyawan.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara
etika seseorang dariu tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis dalam
pengambilan keputusan. Kemampuan seorang profesional untuk dapat
mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam profesinya sangat
dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia
berada. Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang sangat berarti
terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka
membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.
- Kendala dalam Mewujudkan Kinerja Bisnis yang Etis
Mentalitas para pelaku bisnis, terutama
top management yang secara moral rendah, sehingga berdampak pada seluruh
kinerja Bisnis. Perilaku perusahaan yang etis biasanya banyak
bergantung pada kinerja top management, karena kepatuhan pada aturan itu
berjenjang dari mulai atas ke tingkat bawah. Kendala dalam Mewujudkan
Kinerja Bisnis yang Etis, yaitu :
– Faktor budaya masyarakat yang cenderung
memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi yang penuh dengan tipu
muslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung.
– Faktor sistem politik dan sistem
kekuasaan yang diterapkan oleh penguasa sehingga menciptakan sistem
ekonomi yang jauh dari nilai-nilai moral. Hal ini dapat terlihat dalam
bentuk KKN.
- Kendala – Kendala dalam Pencapaian Tujuan Etika Bisnis
Pencapaian tujuan etika bisnis di
Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf
(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
- Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih
suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk
memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti
memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa,
dan memanipulasi laporan keuangan.
- Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena
adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara
peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau
konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang
dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara
kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang
kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka
mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
- Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil.
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya
sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu
sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi
kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna
keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang
menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh
keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
- Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah
di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di
pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku
bisnis menegakkan norma-norma etika.
- Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
Robbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, buku 2. Jakarta : salemba empat.
https://hakimfajrurachman.wordpress.com/2015/11/16/pengertian-budaya-organisasi-dan-perusahaan-hubungan-budaya-dan-etika-kendala-dalam-mewujudkan-kinerja-bisnis-etis/
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_organisasi
http://belajartanpabuku.blogspot.co.id/2013/04/hubungan-antara-etika-dengan-kebudayaan.html
http://hasna-ghaida.blogspot.co.id/2015/10/kendala-dalam-mewujudkan-kinerja-bisnis.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar